Thursday, January 7, 2010

TAHUKAH ANDA TENTANG SEJARAH PERKEMBANGAN KEGIATAN INDUSTRI MIGAS DI INDONESIA (1960-1982)

  • TAHUKAH ANDA TENTANG SEJARAH PERKEMBANGAN KEGIATAN INDUSTRI MIGAS DI INDONESIA (1960-1982)

    Industri MIGAS di Indonesia mencatat kemajuan pesat sejak Pertamin dan Permina diintegrasikan kedalam Pertamina. Seluruh operasi perminyakan yang mencangkup berbagai aspek kegiatan dapat diarahkan pada sasaran yang ditujukan oleh pemerintah. Peranan MIGAS yang menyangkut berbagai aspek pembangunan, menjadikan minyak sebagai unsur penting didalam ketahanan nasional. Seluruh bidang perminyakan, produksi, pengolahan, distribusi, pengangkutan, maupun pemasaran MIGAS menjadi semakin penting dan harus dipegang langsung oleh Pertamina. Sistem bagi hasil yang diterapkan didalam bidang eksplorasi dan produksi bukan saja telah memberikan keuntungan lebih besar kepada Negara, tetapi juga merupakan landasan bagi kerjasama dengan para kontraktor asing.

    Peranan minyak bumi yang kian penting disemua sektor telah menyebabkan ditingkatkannya pencarian minyak ke daerah-daerah yang lebih sulit. Pencarian minyak bumi di Indonesia sampai tahuan 60-an masih terbatas di lakukan di daratan. Sejak penemuan lapangan Cinta (1970), dalam hal ini lapangan minyak pertama di ofshore telah membuka kemungkinan mengerjakan daerah lepas pantai lainnya. Penemuan-penemuan sumur-sumur dan lapangan baru, baik di onshore maupun diofshore pada sekitar tahun 1970-an telah mampu memproduksi minyak mentah sekitar 1.6 juta barel/hari. Untuk meningkatkan produksi, minimal mempertahankan produksi yang ada, diperlukan dana yang besar. Untuk itu Pertamina mencari dana pinjaman, yaitu dengan kerjasama patungan atau pinjaman yang tidak mengikat, seperti yang dijalankan dengan INOCO.

    Perkembangan teknologi maju telah memungkinkan pemanfaatan associated gas maupun non associated gas untuk bahan bakar ekspor LNG maupun LPG. Sumber-sumber gas dibeberapa tempat, baik onshore maupun ofshore dimanfaatkan dengan membangun unit pengolah yang memproduksikan LPG. Beberapa unit LPG itu terletak di anjungan ofshore yang dilengkapi dengan tangki penampung dan pelabuhan pengekspor. Pemanfaatan sumber gas, untuk menunjang berbagai keperluan industri dalam negeri pertama kali dilakukan di Sumatra Selatan dengan suatu jaringan pipa untuk pabrik pupuk Sriwijaya dan di Jawa Barat dalam sistem pipa gas Jawa Barat untuk mensuplai pabrik pupuk, semen, pabrik baja Ktakatau dan kebutuhan industri dan rumah tangga di daerah Jakarta. Penemuan sumber gas di Arun dan Badak yang merupakan dua lapangan gas bumi yang besar di dunia. Didorong dengan teknologi cryogenic telah memungkinkan gas diolah menjadi LNG (gas dalam cair) sebagai bahan ekspor. Sekaligus pada tahun 1977 itu, Pertamina mulai memasuki era perdagangan LNG di dunia.

    Naiknya kegiatan perminyakan Indonesia dapat dilihat dari kontrak bagi hasil. Dari tahun 1979 hingga 1982, Pertamina telah menandatangani sebanyak 44 kontrak bagi hasil dengan perusahaan minyak asing. 12 kontrak ditandatangani tahun 1979, 11 kontrak ditandatangani tahun 1980, 8 kontrak ditandatangani tahun 1981, dan 13 kontrak ditandatangai tahun 1982. Tiga tahun terakhir KPS juga menunjukkan kenaikkan yaitu 7 kontrak tahun 1987, 10 kontrak tahun 1988 dan 40 kontrak dilaksanakan di tahun 1989.

    Pertamina dalam usaha-usaha dibidang eksplorasi dan produksi ini menempuh jalan intensifikasi dan ekstensifikasi. Kegiatan intensifikasi meliputi peningkatan kegiatan secara kualitatif dibidang eksplorasi, baik berupa studi regional, geologi lapangan, geofisik, seismik, pengeboran eksplorasi dan evaluasi. Selain itu dilakukan juga peningkatan kuantitatif di bidang produksi seperti pengembangan lapangan, pembagunan fasilitas produksi, studi reservoir dan studi lapangan produksi yang pernah ada. Usaha ekstensifikasi meliputi usaha-usaha untuk menemukan daerah-daerah baru yang dapat menghasilkan minyak.

    Teknik pengangkatan minyak tahap kedua (secondary recovery) dan ketiga (tertiary recovery) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi pada lapangan-lapangan minyak lama yang kemampuan produksi mulai menurun, sekalipun di dalamnya masih terkumpul cadangan minyak bumi yang cukup besar.

    Teknik secondary recovery ini mulai diterapkan, baik oleh pertamina sendiri, maupun dengan bekerja sama dengan para KPS. Secondary recovery di lapangan Rantau, Prabumulih, dan Handil dilakukan dengan menginjeksikan air, sementara di lapangan minyak asing Minas dilakukan dengan cara steamflood. Mulai tahun 1982, selama 12 tahun dikembangkan pula secondary recovery dengan dua perusahaan minyak asing mainline Resources Ltd., untuk lapangan Bunyu, Kalimantan Timur dan Lapangan Suban Jarigi, Sungai Taham dan Kampung minyak di daerah Enim, Sumatra Selatan.