Saturday, August 21, 2010

Synthetic Oil base Mud




Lumpur pemboran pertama kali diperkenalkan dalam pemboran putar pada sekitar awal tahun 1900. Awal mulanya orang hanya menggunakan air untuk mengangkat serbuk bor (cutting) secara kontinyu. Dan dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur mulai digunakan, dan fungsi lumpur menjadi semakin komplek dan untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur tersebut ditambahkan bahan-bahan kimia (additive). biasa digunakan adalah Oil Based Mud ( OBM ) dan Water Based Mud (WBM ). Pengembangan OBM sendiri awal mulanya dimulai pada awal tahun 1920, yaitu ketika disadari bahwa dengan terbukanya formasi tertentu, maka filtrat yang dihasilkan dari water-base mud Dalam suatu system pemboran, lumpur yang hilang ke dalam formasi produktif. OBM pertama kali digunakan sebagai fluida komplesi dan workover

Para peneliti mencatat bahwa produksi sumur dapat diperbaiki jika dibandingkan dengan sumur yang dibor dengan water-base mud. Kemudian, dari hasil uji laboratorium dapat dikonfirmasikan apa yang terjadi. Jika formasi produktif mengandung clay yang dapat menghidrat apabila bertemu dengan air, maka akan menyebabkan clay mengembang dan terdispersi. Ketika terdispersi, clay berpindah dengan fluida kedalam ruang pori sampai menyumbat pori dan membentuk suatu penutup(bridge), sehingga dapat menghentikan atau menghalangi aliran. Mekanisme ini disebut clay blocking. Tetesan air dan padatan yang larut dalam air menyebabkan naiknya apparent viscosity minyak dan mengurangi kemampuan untuk mengalir, kondisi ini disebut sebagai water blocking atau solid blocking. Dari hasil studi core telah didokumentasikan bahwa kapasitas produksi formasi dapat berkurang sebanyak 90% akibat pengaruh intrusi air tawar ke dalam formasi yang sensitif. Pelaksanaan suatu program pemboran di formasi yang mengandung Shale dan Clay merupakan salah satu alasan dalam penggunaan OBM. Karena apabila OBM sendiri memiliki banyak sekali keuntungan dibandingkan menggunakan WBM, keuntungan tersebut antara lain :

1. Pemboran yang mengalami problem shale
2. Pemboran dalam, dan bertemperatur dan tekanan tinggi
3. Fluida komplesi, workover, packer, coring
4. Fluida perendam untuk pipa terjepit
5. Pemboran zona garam yang masif
6. Mengurangi torsi, drag, dan friksi khussnya pada pemboran miring dan berarah.
7. Pemboran formasi yang mengandung hydrogen sulfide dan karbon dioksida.
8. Mencegah korosi pada peralatan pemboran.
9. Dapat digunakan kembali setelah
10. dibersihkan dari sisa-sisa cutting.

Secara umum OBM didefinisikan sebagai suatu system dengan fasa kontinyu minyak sebagai bahan dasarnya yang dicampur dengan zat additive sebagai penunjangnya. Bahan dasar yang digunakan dapat berupa solar, Non-toxic oil, maupun fish/vegetable oil. Dari ketiga bahan tersebut masing masing memiliki tingkat aromatic yang berbeda. Semakin rendah tingkat aromatiknya, maka semakin kecil tingkat keracunannya terhadap lingkungaan.

Umumnya Di Indonesia, base mud yang digunakan adalah solar atau toxic oil. Karena tingginya nilai aromatic tersebut maka menyebabkan OBM yang berasal dari diesel oil tersebut bersifat toksik. Sehingga diharapkan ditemukan alternative lain yang sepadan dengan OBM ini namun ramah lingkungan.

Sejak mulai difikirkan mengenai masalah lingkungan ini. Usaha untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan mulai digalakkan perusahaan-perusahaan minyak diseluruh dunia. Sejak sekitar tahun 1990, Industri pengembangan minyak dan gas mengembangkan Synthetic Base fluids dengan material synthetic dan non synthetic oleaginous ( oil-like ) sebagai base fluid untuk OBM yang rendah dalam efek kerusakan lingkungan dan bekerja lebih aman dengan nilai toksisity yang rendah dikarenakan adanya pengurangan nilai aromatic.

SOBM terbuat dari mineral oil seperti sarraline maupun smooth fluid atau fish/vegetable oil yang berupa ester dari palm kernel oil, dari kesemuanya itu sudah diolah sedimikian rupa sehingga memiliki nilai toxicity yang rendah karena kadar aromaticnya sudah dikurangi.

Dalam penggunaannya, traditional OBM memiliki efek terbesar dalam pengeboran lepas pantai. Sebelumnya, banyak OBM yang dibuang saja di laut, padahal apabila itu dilakukan, hal tersebut akan sangat merusak lingkungan dari benthos serta rantai makanan yang ada di laut.

Tantangan terbesar dalam industry pemboran dewasa ini adalah gradient geothermal yang tinggi serta adanya clay swelling. Penciptaan base oil baru yang ramah lingkungan namun memiliki performances yang sepadan dengan solar sebagai base oil dalam Traditional OBM mungkin merupakan solusi yang tepat dalam menjawab pertanyaan kelemahan OBM dalam kerusakan lingkungan.