Produksi minyak di Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan yang signifikan selepas tahun 2020 mendatang.
Penurunan produksi tersebut diperkirakan terjadi akibat berbagai faktor yang mempengaruhi eksplorasi minyak, di antaranya biaya produksi yang terus meningkat, peraturan yang tidak mendukung hingga ladang-ladang tua yang minim produktivitas.
"Penurunannya akan tajam sekali, merupakan kelanjutan penurunan yang terjadi dalam 10 tahun terakhir," ujar pengamat perminyakan , Kurtubi, ketika dihubungi oleh Tempo, Selasa (16/11).
Sebelumnya, dalam World Oil outlook 2010 yang diterbitkan oleh Organisasi Negara Penghasil Minyak (OPEC) , produksi minyak Indonesia dan negara-negara Asia diprediksi akan mengalami penurunan secara bertahap. Penurunan terjadi setelah produksi menyentuh angka 1 juta barel perhari dalam 5 tahun mendatang.
Dengan produksi sebesar 1 juta barel per hari tersebut, Indonesia merupakan negara penghasil minyak mentah terbesar di kawasan Asia yang diperkirakan akan menyentuh angka 3,6 juta bph. Namun, jumlah ini akan mengalami penurunan pada 2030, yaitu menjadi 3,3 juta bph. “Termasuk Indonesia juga akan mengalami penurunan produksi minyak mentah dan gas setelah 2020,” ujar Analis Kebijakan Fiskal Minyak Departemen Studi Energi Sekretariat OPEC, Benny Lubiantara.
Oleh karena itu, Kurtubi menyarankan agar pemerintah Indonesia lebih agresif dalam mencari dan mengeksplorasi ladang-ladang minyak yang baru untuk menutupi kekurangan akibat menurunnya produktivitas ladang-ladang tua. "Tarik investor,untuk bisa melakukan keg eksplorasi mencari cadangan baru," tegasnya. Eksplorasi tersebut, lanjutnya, terutama ditekankan di daerah-daerah terpencil , terutama laut dalam yang kaya akan sumber daya mineral.
Kurtubi juga meyakinkan, bahwa sebenarnya penurunan produksi tersebut tidak perlu terjadi di Indonesia."Karena sumber daya minyak kita di perut bumi masih banyak sekali sekitar 80 miliar barel," jelasnya.
Menurut Kurtubi, hal utama yang harus dibenahi agar produksi minyak Indonesia bisa terus optimal berada pada pengelolaan dan peraturan pemerintahnya."Pengelolaannya yang salah selama ini, peraturan dan undang-undangnya juga, itu harus segera di revisi agar ke depan lebih baik lagi pengelolaannya," tegas Kurtubi.