PANGKALPINANG--Staf ahli bidang teknologi dan pembangunan berkelanjutan pada Kementerian Lingkungan Hidup, Dana Kartakusuma, mengatakan, Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, namun belum mampu dimanfaatkan secara maksimal.
"Indonesia memiliki energi panas bumi sebanyak 33 gigawatt (GW), baru sebesar 1 GW yang dimanfaatkan. Potensi panas bumi Indonesia terbesar di dunia," ujarnya usai membuka acara seminar internasional tentang urbanisasi di Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung (Babel), Senin.
Ia menjelaskan, energi panas bumi dapat menghasilkan tenaga listrik sebagai salah satu bentuk energi terbaharui dan Indonesia sebagai daerah kepulauan memiliki potensi panas bumi cukup besar.
"Indonesia lebih cenderung menggunakan energi fosil seperti batubara dibandingkan energi panas bumi, padahal energi panas bumi memiliki potensi cukup besar yang bisa bersaing dengan batubara yang memiliki risiko terhadap lingkungan dan manusia," ujarnya.
Menurut dia, gas rumah kaca disebabkan oleh pemanasan global karena tingginya konsumsi terhadap energi fosil sehingga dapat mengancam lingkungan dan kehidupan manusia.
"Namun, di sisi lain ketergantungan pemerintah terhadap energi fosil ini sangat tinggi untuk menggerakkan roda pembangunan sehingga terjadi kegamangan untuk menjadikan energi panas bumi sebagai pengganti energi fosil," ujarnya.
Ia mengatakan, persoalan panas global menjadi persoalan serius terutama di daerah kota-kota seperti di Pulau Jawa.
"Untuk itu, bagi kota kecil sedang seperti Kota Pangkalpinang jangan sampai mengalami persoalan pemanasan global seperti yang dialami kota-kota besar, sehingga harus ada gerakan sadar lingkungan dan pemanfaatan energi secara efisien yang tumbuh dari masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, tidak selamanya alam bisa diandalkan menjadi pemasukan daerah namun harus ada keseimbangan dalam upaya menghindari kerusakan lingkungan yang dapat mengancam kehidupan manusia.
"Justru itu, pembangunan berkelanjutan dengan pola keseimbangan mesti dilakukan untuk menyelamatkan bumi ini dari kerusakan sehingga manusia terhindar dari bencana alam berupa banjir, longsor gempa bumi dan sebagainya," ujarnya.
Ia mengatakan, pada suatu masa nanti kontribusi alam terhadap pembangunan yang cukup tinggi akan menjadi anjlok sehingga sulit untuk kembali bangkit.
"Seperti di Babel, ketergantungan terhadap timah sangat tinggi untuk menggerakkan roda pembangunan daerah. Sekarang kejayaan timah mulai kendor dan itu sulit bangkit karena bahan bakunya semakin menipis. Ini berbahaya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah," ujarnya.
Menurut dia, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan terobosan baru yaitu harus berani melirik sektor unggulan lainnya yang memiliki potensi cukup besar untuk mengimbanginya.
"Salah satunya sektor pertanian di Indonesia memiliki potensi cukup besar yang bisa dikembangkan dan diandalkan untuk meningkatkan pembangunan di berbagai sektor. Manfaatkan lahan pertanian secara optimal dan jangan diubah fungsi menjadi lahan industri dan sebagainya," ujarnya.
Menurut dia, negara yang kuat adalah mereka yang memiliki ketahanan pangan yang cukup kuat dengan mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor unggulan untuk menggerakkan roda perekonomian.
"Tidak hanya Indonesia, negara di dunia pun tidak akan mengabaikan sektor pertanian karena kunci dari kemakmuran dan kuatnya perekonomian serta pertahanan suatu negara," ujarnya.