Selama ini metode Real Options (RO) sering dianggap merupakan alternatif bagi metode DCF dengan memasukkan unsur fleksibilitas manajemen dalam menghadapi uncertainty kedepan. Secara teori sebenarnya ada perbedaan yang mendasar antara DCF dan RO.
Pada waktu ditemukannya rumus perhitungan stock options di tahun 1970 oleh Black, Scholes dan Merton, kunci inovasi yang mereka lakukan adalah
- Untuk memperhitungkan adanya uncertainty digunakan model kuantitatif yang dinamis (dynamic quantititive model)
- Risiko akibat adanya uncertainty diperhitungkan langsung pada sumber (variable) yang menyebabkan uncertainty tersebut.
Teori yang digunakan oleh mereka dikenal dengan “Law of One Price” dimana dalam pada asset cash flow yang sama maka nilai assetnya akan sama juga, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada “transaction cost” dalam pasar keuangan.
Salah satu prinsip dalam “Law of One Price” adalah “additivity of value” dimana asset dapat dibagi menjadi bagian-bagian kecil yang dinilai serta nilai-nilai tersebut dapat ditambahkan kembali. Dengan membaginya menjadi bagian yang lebih kecil, maka kita dapat memisahkan risiko terhadap uncertainty yang ada pada suatu variabel dan waktu.
Dengan demikian “optionality” bukan issue penting dalam penemuan stock options tetapi yang menjadi issue penting adalah bahwa penilaian asset yang kompleks dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi dinamis dari asset-asset yang lebih sederhana.
Untuk memberikan gambaran bagaimana pendekatan RO berbeda dengan DCF, mari kita lihat pembahasan berikut ini.
DCF versus RO
Perbedaan mendasar dari dua metode ini adalah bagaimana pendekatannya dalam mempertimbangkan faktor risiko terhadap cash flow suatu project
Dalam DCF, pendekatannya adalah dengan menggunakan satu discount factor yang merupakan gabungan antara faktor risiko atas uncertainty dan waktu, dimana discount factor ini yang akan digunakan untuk menghitung Net Present Value dari cash flow suatu project.
Sedangkan dalam RO, pendekatan ini berusaha memisahkan faktor-faktor diatas yaitu risiko atas uncertainty dan waktu.
Risiko atas uncertainty tersebut akan diaplikasikan ke setiap sumber (variable) sehingga akan didapat cash flow yang sudah diberi faktor risiko, sebelum akhirnya cash flow ini diberi faktor risiko atas waktu untuk mendapatkan NPV versi RO ini.
Skema dibawah ini memperlihatkan gambaran perbedaan antara DCF dan RO
Fig.1 Perbedaan antara DCF dan RO (Samis et all, 2006)
Simple Calculation
Untuk memperlihatkan bagaimana menghitung secara RO dan DCF, mari kita lihat gambar dibawah ini.
Diasumsikan, bahwa hanya ada satu faktor uncertainty yang mempengaruhi suatu project perminyakan yaitu harga minyak. Untuk itu harga minyak akan didiscount dengan faktor risiko atas adanya uncertainty.
Fig.2. Simple Example - DCF vs RO (Samis et all, 2006)
Dalam RO, harga minyak akan dikalikan lebih dulu dengan faktor risiko thda uncertainty untuk mendapatkan adjusted risk oil price, ERA[S]. Kemudian mengalikan harga minyak ini dengan oil production untuk mendapatkan risk adjusted asset revenue. Dengan mengurangkan Opex dan Capex, net cash flow yang telah dihasilkan akan didiscount dengan risk free interest rate yang mempertimbangkan faktor risiko terhadap waktu saja.
Adjusted risk oil price dalam contoh metode RO diatas akan sama dengan instrument derivative di pasar keauangan yaitu forward price untuk crude oil, dimana forward price utk komoditas selalu sama atau lebih rendah dengan expected spot prices, the risk discount factor, ERA[S]/ E[S], selalu diantara 1 dan 0.
Sebagai catatan untuk beberapa komoditas energi, futures prices, bias dianggap sama dengan forward price dengan mengasumsikan bahwa risk free interest rate adalah deterministic (M. Samis et al, 2006)
Karakteristik Tiap Project
Dalam dunia nyata, suatu project biasanya akan berbeda dengan poject lainnya karena masing-masing project mempunyak karakteristik dan keunikannya sendiri-sendiri.
Kasus dibawah ini akan memberikan gambaran bagaimana dua field yang berbeda biaya produksinya akan mempunyai karakteristik yang berbeda dalam lingkungan dinamis
Misal saat ini (t=0) harga minyak $50/bbl, ekspetasi kita pada tahun depan harga minyak masih tetap berada pada $50/bbl. Berdasarkan data historis harga minyak sebelumnya tingkat volatilitas sebesar 20%. Berdasarkan ini, kita mempunyai uncertainty tahun depan bahwa harga akan naik sebesar 20% menjadi $60/bbl atau akan turun sebesar 20% menjadi $40/bbl.
Tahun depan ada dua project yang akan berproduksi dimana project pertama high cost field dan project kedua low cost field. Jika ekspektasi harga tahun depan masih sama yaitu $50/bbl maka kedua field itu akan memberikan net cash flow yang sama pada tahun pertama yaitu sebesar $ 4,000. Namun adanya uncertainty pada tahun depan, net cash flow yang dihasilkan akan berbeda rangenya dimana High cost field akan memberikan tingkat volatility sebesar 50% lebih tinggi dibandingkan Low cost field sebesar 20%. Hal ini sangat sesuai dengan realitas yang ada, bahwa pada project field yang biaya produksinya lebih tinggi atau mempunyai margin yang lebih kecil, maka project ini lebih sensitive (lebih berisiko) jika terjadi uncertainty terhadap harga minyak di masa depan.
Dengan menggunakan metode DCF dan asumsi harga minyak $50/bbl, maka PV pada masing-masing project sebagai berikut :
Perhitungan DCF dilakukan dengan menggunakan rumus PV continue yaitu sebagai berikut :
- High cost field = 1000*exp(-15%) = 861
- Low cost field = 2000*exp(-15%) = 1,721
Perhitungan RO diatas dlakukan dengan PV continue yaitu sebagai berikut :
- High cost field = 616*exp(-7%) = 574
- Low cost field = 1,616*exp(-7%) = 1,506
- High cost field : ln(574/1,000) = 55.52% ln(861/1,000) = 15.00%
- Low cost field : ln(1,506/ 2,000)= 28.35% ln(1,721/ 2,000)= 15.00%
Conclusion
Dari contoh-contoh diatas terlihat bahwa Real Options tidak hanya sekedar memasukkan unsur fleksibilitas management didalam perhitungan suatu project tetapi secara teori meski tidak ada “optionality”, metode ini menilai uncertainty langsung kepada source (variable) –nya dan melakukan perhitungan dengan model kuantitatif dinanmis (dynamic quantitative model).